Alkisah, di Pulau
Kambode yang kini dikenal Pulau Kapota pernah berdiri sebuah
kerajaan yang dapat dikatakan berjaya semasa kepemimpinan Raja
Kambode. Selama dipimpin oleh Raja Kombode wilayah itu cukup aman, damai,
tenteram dan sejahtera. Tiada satupun kerajaan lain yang dapat menaklukkannya.
Selain itu, Raja yang mengemban amanah untuk memimpin Pulau Kambode itu dikaruniai seorang putra yang gagah, La Lili Alamu namanya.
Pada
suatu ketika, La
Lili Alamu yang sudah beranjak dewasa memberanikan diri untuk menghadap baginda Raja (ayahnya)
dengan tujuan ingin dilamarkan Wa Siogena gadis pujaan
hatinya. Ketika mendengar permintaan putranya, sang Raja sangat marah dan
berkata dengan suara lantang bahwa: "Wa Siogena itu tidak sederajat dengan
kita. Dia itu lahir dari keluarga yang miskin, jadi dia tidak pantas
untuk menjadi Permaisuri anak Raja". Paham...! tegas Raja Kambode.
Mendengar perkataan itu, La Lili Alamu sangat kecewa dan langsung menjauhi sang
Raja.
Pada suatu Malam, tepatnya
pada malam Jum'at, La Lili Alamu dibuai mimpi hendak melaksanakan shalat
di sebuah Surau. Dalam perjalanan menuju Surau (Musollah), tiba – tiba
ditengah jalan ada sesosok bayangan yang menghalanginya. Spontan sang La
Lili Alamu bertanya "siapa gerangan bayangan di depanku ?
Berturut-turut 3x kali ia bertanya, barulah gadis itu menjawab:
“Tersenyumlah hai
tuanku, niscaya aku akan beritahukan namaku. Saya ini
adalah Wa Siogena yang akan menjadi jodohnya tuan dunia
akhirat”. Dengan spontan La Lili Alamu tersenyum dalam tidurnya.
Di pagi harinya, mimpi
indahnya itu diceritakan kepada orang tuanya, namun ternyata tidak
menggoyahkan hati ayahnya yang tetap tidak menyetujui Wa Siogena
sebagai pendamping anaknya, La Lili Alamu. Malahan mimpi indah putranya itu
dianggap sebagai alasan belaka untuk mendapatkan Wa Siogena. Dengan penuh
kekecewaan dan berat hati, La lili Alamu mengambil keputusan untuk pergi
merantau meninggalkan kampung halaman, Pulau Kampode. Sang ayahpun pun
menyetujui permintaan putranya demi terpisah dari gadis yang terhina itu, Wa
Siogena.
La Lili
Alamu pamit kepada orang tuanya dan meninggalkan sebuah pantun untuk Ibunda
tercinta yang berbunyi:
“Wa Ina ku melai komo
Kumenangkamo te matasu
Kumenangkamo te matasu
Umpa torampe-torampesu"
(Artinya)
Ibu aku akan pergi jauh
Aku mau ikuti mataku
Aku mau ikuti mataku
Kemanapun dia menuju
Ibunya menjawab :
" Atu-atu
ko lumangkemo
Rodae na jandi wa Ina
Kolumangke gawu na lulu
Kombule di seba wa Ina"
(Artinya)
Jikalau kamu berangkat
Ingat janji ibumu
Walaupun kamu pergi jauh
Kamu akan kembali ke pangkuan
ibumu
Sudah beberapa bulan
di tanah rantau tak seorangpun gadis yang dapat menggantikan posisi Wa Siogena
dihati La Lili Alamu. Kedua insan ini ibarat bunga sudah hidup setangkai,
yang tidak dapat di pisahkan lagi.
Seiring bergulirnya waktu,
Sang Raja semakin gelisah akan keberadaan La Lili Alamu yang pergi merantau
karena permintaannya yang tidak dikabulkan. Kemudian suatu waktu Sang Raja
teringat satu cara supaya kelak putranya dalam mencari jodohnya tidak
mendapatkan Wa Siogena gadis miskin itu. Sang Raja akan menggelar sayembara
pemilihan jodoh melalui Pesta Kabuenga. Hingga
akhirnya, dipesanlah La Lili Alamu untuk kembali ke Pulau
Kampode, kampung halaman tercinta.
Hai, Putraku ! Kau akan
segera bertunangan". Semua dayang-dayang di Negeri ini akan diundang untuk
mengikuti Sayembara Pemilihan Jodoh". Dengan siapakah gerangan
saya bertunangan Ayahanda?, Jawab La Lili Alamu. Ananda akan bertunangan dengan
gadis pilihanmu. Tapi yang ananda pilih nanti bukan orangnya, melainkan sarung leja yang
digantung pada ayunan. Sarung leja itu adalah simbolis
semua dayang-dayang yang mengikuti sayembara nanti. Barang siapa sarungnya
sudah dipilh ananda, maka itulah yang akan menjadi pemaisurimu kelak “Tandas
Sang Raja".
Keputusan Raja tidak bisa
dibantah sehingga sayembara pemilahan jodoh pun segera dimulai. Semua
dayang-dayang yang diundang dari seluruh kerajaan sudah hadir, aparat kerajaan
sudah ditugaskan sesuai fungsinya masing-masing, termasuk bala tentara Kerajaan
diperketat. Setelah persiapan acara sayembara pemilihan jodoh sudah mantap,
barulah acara pembukaan di mulai.
Rangka kabuenga pun berdiri
megah dan begitu banyak sarung yang dipajang disemua pajangan yang
disiapkan. Sang raja mengumumkan terlebih dahulu kepada semua hadirin
bahwa " Pemilihan Jodoh Anakku La Lili Alamu bukan memilih
dayang- dayang yang hadir, tetapi akan memilih sarung leja yang dimiliki oleh
para dayang yang sudah digantungkan pada ayunan Kabuenga dan barang siapa
yang terpilih sarung lejanya, maka itulah yang akan menjadi permaisuri
anak sang Raja". Pernyataan Raja itu sangat diharapkan oleh para gadis
cantik jelita untuk terpilh sarung lejanya.
Setelah Raja selesai
melakukan pengumuman barulah putranya dipersilahkan untuk memilih sarung sarung
leja yang disukainya. Maka mulailah Putra raja memilih sarung leja yang dijaga
ketat oleh pengawal kerajaan. Putar kiri putar kanan, La Lili Alamu
berkeliling Kabuenga untuk memilh selembar sarung leja yang berkenan
dihatinya. Cukup lama waktunya, baru kemudian tercetuslah hatinya untuk
mengambil selembar sarung leja yang tertindis dengan sarung leja yang lain.
Sarung tersebut diambil La Lili Alamu dan langsung diserahkan kapada
baginda raja untuk diumumkan siapa pemiliknya.
Sarung leja pilihan Putra
Raja diperlihatkan kepada dayang- dayang yang mengikuti sayembara pemilihan
jodoh. Semua mata tertuju kepada sarung leja yang dipilih oleh putranya
tersebut. Tapi, tidak ada satu pun yang mengaku sebagai pemilik sarung
tersebut. sehingga perasaan sang Raja menjadi geram dan berulang-ulang
mengatakan " siapa pemilikya sarung ini?
Dengan perasaan takut dan
gemetar serta keringat dingin yang membasahi tubuhnya, seorang perempuan yang
duduk dibelakang mengancungkan tangan dan mengaku bahwa “sarung tersebut adalah
milikku”.
Melihat kenyataan ini sang
Raja hampir tak sadarkan diri karena ternyata sarung tersebut adalah putri yang
terlahir dari keluarga yang sangat terhina dan tidak sederajat dengan mereka
yakni Wa Siogena.
Dengan berat hati, akhirnya
sang Raja mengumumkan bahwa " yang akan menjadi permaisuri anakku La
Lili Alamu adalah Wa Siogena".
Demikianlah kisah sejarah Kabuenga
Di Pulau Kambode/Kapota yang berawal dari mimpi menjadi kenyataan.
Catatan:
Informasi cerita diambil dari
beberapa sumber dan sangat diharapkan masukan serta kritikan yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan cerita tersebut di atas. Terima kasih.
Penulis @Nasrun Wakatobi
Fotografer @Arief
0 komentar:
Posting Komentar