“Desa wisata”. itulah istilah yang mulai banyak terdengar di dunia, khususnya di Indonesia semenjak isu-isu pembangunan pariwisata terdengar bahwa distribusi pariwisata tidak merata dan sering terabaikannya masyarakat lokal dalam perencanaan dan implementasi pembangunan pariwisata. Meningkatnya kebutuhan wisatawan pada produk yang unik dan pencarian pengalaman wisata yg bersahabat dengan masyarakat lokal menjadi peluang pemerintah untuk menyediakan objek wisata alternatif. Pariwisata perdesaan merupakan suatu bentuk wisata baru dimana wisatawan datang dan berinteraksi dengan penduduk desa bahkan ikut serta dalam kegiatan yang dilakukan penduduk (Inskeep, 1991). Kehidupan masyarakat pedesaan mencerminkan keaslian dalam pola-pola berperilaku dan berinteraksi baik sesama manusia maupun dengan lingkungan alam sekitarnya. Keunikan atau kekhasan suatu desa menjadi daya tarik bagi seseorang atau sekelompok orang untuk menikmati, mengenal, dan menghayati segala kehidupan masyarakat pedesaan. Suatu kawasan perdesaan yang menawarkan keseluruhan suasana yang mencerminkan keaslian perdesaan baik dari kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya, adat istiadat, keseharian, arsitektur bangunan dan struktur tata ruang desa yang khas atau kegiatan perekonomian yang unik disebut “Desa Wisata” (Pariwisata Inti Rakyat (PIR) dalam Hadiwijoyo, 2010:68).
Dalam pembangunan pariwisata tidak terlepas dari aspek
sosial, budaya, ekonomi, politik, keamanan dan ekologi yang sangat kompleks dan
rumit. Sehingga dalam perencanaan pembangunan dunia kepariwisataan memerlukan
pemikiran yang matang serta hati-hati (Dermatoto, dkk., 2009). Masyarakat
sesungguhnya memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk memecahkan masalah yang
dihadapi dengan memanfaatkan potensi lokalnya, kelembagaan dan tata cara yang
ada (Baiquni, 2001). Namun, kadangkala program pengembangan masyarakat biasanya
dibuat di tingkat pusat dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah (bersifat top down) yang seringkali masyarakat
tidak diberikan pilihan dan kesempatan untuk memberi masukan atau peranan. Hal
ini biasanya disebabkan karena adanya anggapan untuk mencapai efisiensi dalam
pembangunan bagi masyarakat. Pendekatan ini merupakan salah satu masalah dalam
program pemberdayaan masyarakat karena masyarakat ditempatkan sebagai obyek
pembangunan bukan sebagai subyek pembangunan yang implikasinya akan berdampak
pada ketidakberhasilan suatu program karena masyarakat merasa tidak bertanggung
jawab.
Review Desa Wisata Karanganyar, Borobudur
Review Desa Wisata Karanganyar, Borobudur
Desa karanganyar merupakan salah satu desa wisata yang berada
di sekitar Candi Borobudur tepatnya di Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang
Jawa tengah. Beberapa potensi yang terdapat di kawasan Desa Wisata Karanganyar,
antara lain: (1) Dusun Ngasem dengan produk khas olahan tahu; (2) Dusun Ngudem
memiliki produk andalan ukiran bambu; (3) Dusun Kregilan dengan produk olahan
singkong; dan (4) Dusun Nglipoh memiliki produk unggulan Gerabah. Selain itu ada
lokasi tertentu disekitar Desa Karanganyar yang bisa dijadikan potensi wisata untuk
melihat view Borobudur, serta
pemandangan pedesaan dan sawah yang bisa menggugah wisatawan.
Untuk mengidentifikasi sumber daya pariwisata berbasis
masyarakat (CBT) di Desa Karanganyar, ada beberapa indikator yang digunakan
antara lain:
(a)
Karakteristik
masyarakat
Masyarakat
di Desa Karanganyar memenuhi kebutuhan hidup dengan bertani, pemilik lahan, beternak
tetapi khususnya pada Dusun Nglipoh memiliki tradisi membuat gerabah untuk
mencukupi kebutuhan hidup.
(b)
Atraksi
alam dan budaya
Pemandangan
alam, view Borobudur, kehidupan
masyarakat pedesaan, pertunjukan Ponco siswo, budaya/ adat istiadat.
(c)
Aksessibilitas
Perjalanan
menuju Desa Karanganyar membutuhkan kesabaran dan sesekali bertanya kependuduk
karena minimnya penunjuk jalan yang dapat ditemui hanya penanda galeri
komunitas tanpa keterangan. Jalan hanya nyaman dipakai untuk kendaraan beroda
dua dan mobil. Sedangkan untuk kendaraan yang berukuran besar seperti mini bus
atau bus pariwisata kondisi jalan kurang nyaman untuk dilewati. Kendala lainnya
tidak tersedianya parkiran yang layak untuk kendaraan roda dua, mobil maupun
bus.
(d)
Organisasi
masyarakat lokal
Berdasarkan
hasil wawancara dengan salah seorang penduduk lokal pada saat peresmian galeri
tembikar, masyarakat yang berpartisipasi adalah karang taruna Dusun Nglipoh.
Sedangkan masyarakat dari Dusun lainnya, tidak turut serta berpartisipasi.
(e)
Konflik
internal
Karena
fokus pengembangan potensi hanya pada warga Dusun Nglipoh dengan produk
unggulannya gerabah/tembikar, sehingga kemungkinan masyarakat dari dusun lain
dengan produk unggulannya masing-masing tidak terakomodir.
(f)
Masalah
yang sulit diatasi masyarakat lokal
Dalam
pengembangan produk lokal, kendala yang dihadapi masyarakat adalah permodalan
untuk memulai dan memperluas usaha khususnya untuk produk-produk unggulan, inovasi
produk contohnya produk olahan tahu dan singkong, gerabah, dan ukiran bambu.
Selain itu untuk produk gerabah sebenarnya sudah ada bimbingan dari Dinas
Perindustrian dan Perdagangan dalam hal pelatihan tetapi masyarakat tetap
mengalami kesulitan dalam hal pemasaran. Dan saat erupsi merapi, sebagian
kegiatan ekonomi berhenti dan berdampak pada sumber ekonomi masyarakat karena
mata pencaharian utama sebagi petani, sehingga memerlukan sumber ekonomi lain
yang dapat menyokong kehidupan mereka.
(g)
Reputasi
(positif) masyarakat lokal
Masyarakat
Desa Karanganyar satu-satunya Desa penghasil gerabah di wilayah sekitar
Borobudur, karena berada dalam satu wilayah dengan Borobudur,
(h)
Jaringan
komunitas lokal dengan rute wisata alam
Masyarakat
lokal membentuk komunitas wisata yang menjual potensi alam yang berhubungan
dengan pemandangan ke Borobudur, perbukitan Manoreh, dan pemandangan pedesaan.
Tinjauan
Kritis
1.
Potensi
wisata yang ada di Desa Karanganyar seharusnya dapat dikembangkan sebagai satu
kesatuan yang mendukung daya tarik Karanganyar sebagai Desa Wisata. contohnya
pada saat peresmian galeri komunitas Desa Karanganyar, produk-produk andalan
hanya gerabah/tembikar/keramik dan selai. Padahal masih banyak produk unggulan
yang dapat dikembangkan.
2.
Minimnya
peran serta masyarakat dalam kegiatan peresmian galeri komunitas Desa
Karanganyar, ditandai dengan hanya karang taruna Dusun Nglipoh yang berperan
serta aktif dalam kegiatan tersebut. Masih adanya masyarakat yang tidak
mengetahui tentang seluk beluk kegiatan Desa Wisata Karanganyar.
3.
Aksessibilitas
menuju Desa Wisata Karanganyar belum optimal dan perlu pembenahan seperti
jalan, lahan parkir, dan penunjuk jalan.
4. Amenitas pendukung wisata
masih kurang dan perlu ditambah misalnya homestay,
toilet untuk wisatawan, dan perlu maksimalisasi pelayanan Tourism Information Center.
5. Perlunya diversifikasi
produk wisata misalnya dengan membuat paket Touring
keliling Desa, atau paket fotografi tourism
atau paket pengolahan tembikar
untuk tourist.
6. Penguatan komunitas lokal
yang mengelola pariwisata dengan cara mengikut sertakan masyarakat yang
memiliki kemampuan untuk membuat produk-produk unggulan selain tembikar dan
selai. Selain itu juga membentuk komunitas masyarakat yang mengelola sarana dan
prasarana pendukung pariwisata seperti homestay,
parkir dan pedagang. Dinas dan instansi terkait tidak hanya memberikan bantuan
berupa permodalan dan pelatihan tetapi juga memberikan jalan keluar pemasaran
produk-produk pariwisata.
7. Masih diperlukan strategi
pemasaran produk-produk wisata yang mampu memperkenalkan potensi Desa Wisata Karanganyar.
8. Perlu kerjasama tidak hanya
dengan UNESCO tetapi dengan LSM, NGO dan lembaga swasta lainnya yang fokus pada
pemberdayaan masyarakat Desa Wisata.
Sumber Bacaan:
Baiquni,
2001. Participatory Rural Appraisal: pendekatan dan Metode Partisipatif dalam
Pengembangan Masyarakat. YPB. Jakarta.
Demartoto
A., dkk., 2009. Pembangunan Pariwisata
Berbasis Masyarakat. UNS Press. Surakarta.
Hadiwijoyo,
S.S., 2012. Perencanaan Pariwisata
Perdesaan Berbasis Masyarakat. Graha Ilmu. Yogyakarta.
0 komentar:
Posting Komentar